PLUSPUNT Sebuah Pengantar

A. Latar Belakang

Ketika seorang anak ditanya: Apa pendapatmu tentang pelajaran Matematika di sekolahmu?. Ada banyak kemungkinan jawaban. Sebagian anak akan mengatakan bahwa pelajaran matematika itu menakutkan, membosankan, membuat pusiiiiing. Tetapi mungkin juga jawaban yang diberikan adalah matematika itu menyenangkan, menantang dan tak perlu menghafal terlalu banyak. Kalau kita tahu cara menyelesaikan satu soal, maka soal lain yang serupa tidak akan manjadi masalah.

Jawaban yang kedua memang bisa kita dengar tetapi berapa prosen anak dari anak-anak sekolah dasar yang akan memberikan jawaban yang serupa itu? Lebih banyak anak yang akan memberikan tanggapan negatif jika bicara mengenai pelajaran matematika. Tidak perlu mencari ini salah siapa. Memang sebagaian besar masyarakat masih menganggap matematika sebagai momok yang menakutkan. Ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa matematika yang diajarkan di sekolah-sekolah negeri ini “kering”. Belajar matematika tidak lain adalah bermain dengan angka. Sementara angka sebenarnya hanyalah simbol .

Pelajaran matematika menurut Rm. Mangun adalah pelajaran penting kedua setelah bahasa. Karena dengan belajar Matematika, membantu anak untuk dapat berpikir logis, kritis, teliti, berabsraksi, bisa mengambil keputusan dan kreatif.

Melihat pentingnya tujuan pembelajaran Matematika yang sangat dibutuhkan untuk membangun ketrampilan hidup anak sebagai bekal bagi kehidupannya kelak, maka Rm. Mangun mencoba mencari satu pembelajaran matamatika yang kiranya dapat membuat anak menjadi senang belajar Matematika.

Setelah sekian lama mencari, maka kemudian beliau memutuskan mengujicoba pembelajaran matematika Pluspunt yang diterbitkan oleh Penerbit Malmberg di Belanda.


B. Pengantar Umum

Mengapa Pluspunt?

Pluspunt adalah suatu metoda berhitung ilmu pasti realistik modern. Dalam metode pluspunt banyak ditemukan kerja kelompok tanpa mengurangi sifat realistik dari metodenya.

Pluspunt dapat dijadikan pilihan karena beberapa alasan:

  • Dalam satu tahun, pembelajaran Pluspunt memiliki  12 tema yang berbeda. Tema gugus dipilih yang kira-kira menarik dan menyenangkan
  • Banyak digunakan model dan skema sebagai sarana untuk menjembatani jarak antara kenyataan dan soal-sol abstrak. Beberapa contoh model, misalnya: garis bilangan (kosong, kotak telur, kalung manik-manik, rak hitung, tegel, tabel perbandingan
  • Selama pembelajaran berlangsung digunakan metode interaktif  yang mendorong anak untuk  banyak bertanya, berdiskusi, mendengarkan dan mengamati
  • Digunakan sumber belajar yang kontekstual dengan kehidupan anak, sehingga anak tidak menjadi terisolasi dengan dunianya
  • Kegiatan belajar lebih terarah, jarang menunggu dan tidak mudah terganggu.
  • Dengan metode pluspunt, guru mempunyai waktu lebih banyak untuk anak-anak yang lambat.

Apa tujuan pembelajaran Pluspunt?

  • Tujuan inti

Agar murid-murid dapat :

  1. menemukan hubungan antara pengajaran berhitung dengan kehidupan sehari-hari
  2. memiliki kemampuan dasar ilmu pasti, paham bahasa matematika, mampu menerapkan dalam soal yang sederhana.
  3. menentukan kegiatan berhitung sendiri dan meneliti hasilnya.
  4. mampu merunut hubungan, peraturan (pengoperasian), pola, struktur sederhana.
  5. menggunakan kata-kata sendiri untuk memecahkan masalah dan mensharingkan langkah yang telah ditempuh
  • Tujuan Umum

Agar murid-murid dapat :

  1. menyelidiki
  2. mengutarakan pendapat (presentation)
  3. bersosialisasi (bermain dan bekerjasama)
  4. membentuk pengertian
  5. memberi laporan dan mengevaluasi
  6. berpikir maju dan mundur
  7. Melakukan komunikasi
  8. melakukan percobaan
  9. mengatur diri sendiri
  10. mandiri

Pada satu tingkat kelas dalam satu tahun, kepada anak akan diberikan  12 gugus dengan tema yang berbeda. Masing-masing gugus terdiri dari  Pelajaran 1-15

Di dalam Pluspunt ada beberapa metode yang digunakan, misalnya:

  • Ceramah. Guru menginformasikan dan menawarkan; anak mendengarkan dan memikirkan
  • Diskusi. Guru dan siswa aktif berbicara, merumuskan pendapat  dan mendengarkan
  • Penugasan. Siswa aktif melakukan kegiatan, guru memimpin (memfasilitasi).

Bagaimana pengorganisasian Pluspunt?

Dikenal dua model organisasi, yaitu: kelompok dengan guru (D-G) dan tanpa guru (T-G). Keduanya berjalan bersamaan waktu: kelompok yang satu D-G dan yang lain T-G.

o Kelompok mandiri T-G tidak berarti lepas sama sekali dari perhatian guru. Guru tetap akan memberikan perhatian dengan sesekali menanyakan masalah yang timbul atau progress yang telah dilakukan oleh kelompok itu, sementara itu  kelompok D-G ditinggal sebentar.

o   Kelompok T-G  diawali instruksi oleh guru. Selama mandiri, anak-anak dapat bekerjasama.

o   Kelompok D-G  selalu interaktif dan mengacu  kepada instruksi guru. Komunikasi/ interaksi guru-murid  dan murid-murid  yang intensif.

Karakter anak seperti apakah yang sesuai dengan Pluspunt?

  • Metode Pluspunt dirancang khusus untuk kelompok-kelompok heterogen, khususnya kelas kombinasi dengan anak-anak berbagai umur dan kemampuan.( dapat dicoba  bila sistem open classes dipergunakan). Maka bekerja mandiri menjadi amat penting.

Selain karena alasan di atas, bekerja mandiri memiliki nilai  pendidikan tersendiri. Murid-murid belajar bertanggungjawab terhadap pemekaran diri mereka sendiri. Mereka belajar mencari sendiri  cara-cara dan jalan penyelesaian soal, saling menolong, merancang bersama dan sebagainya.

Untuk membantu guru, dalam buku pengantar guru setiap gugus selalu diawali  dengan informasi apakah tugas dilakukan secara mandiri atau dengan guru

Semakin bertambah umur, anak diberi tanggung jawab semakin besar pula untuk mengisi dan merencana  pengerjaan soal-soal secara mandiri.

  • Belajar dengan Metode  Pluspunt akan berkembang bila guru tidak terlalu cepat memberikan penyelesaian atau jawabannya
  • Guru memiliki keikhlasan untuk melibatkan anak-anak  sedemikian rupa sehingga terjadi diskusi yang menyepakati langkah yang akan ditempuh untuk menyelesaikan masalah (soal)

Pada kenyataannya komposisi kemampuan anak dalam satu kelas sangatlah beragam. Tetapi bisa kita kelompokkan di dalam tiga kelompok, yaitu: kelompok cepat (pandai), kelompok sedang dan kelompok lambat.

Agar ketiga jenis kelompok anak dapat dilayani dengan baik, maka dilakukan pembedaan (diferensiasi) di dalam pembelajaran pluspunt.

Diferensiasi artinya:

  1. tidak selalu seluruh anak melakukan suatu kegiatan yang sama
  2. Suatu kegiatan tidak mengharapkan  hasil yang sama dari setiap anak, tetapi diperhitungkan  umur, tingkat perkembangan, ketertarikan, kesulitan emosional masing-masing anak.
  3. Kebebasan memilih suatu ide (metoda ) dari banyak ide yang ditawarkan.

Menurut jenisnya, dikenal ada 3 diferensiaasi:

  • Isi:

Setelah pel. 10 ada materi pengulangan dan pengayaan. Keputusan seorang anak akan diberikan materi pengulangan atau pengayaan adalah berdasarkan tes yang dilakukan pada pelajaran 10 juga berdasarkan pelajaran 1-9. Selanjutnya (pel 11 dan seterusnya) bahan pengulangan dan pengayaan terus dipantau  (dilkukan perbedaan tingkat) ——–> oleh guru

  • Waktu:

Anak yang cepat ,mendapat soal tambahan yang yang biasanya dicirikan dengan perintah “teruskan” yang ditunjukkan dengan lingkaran kecil terbuka, untuk membatasi perbedaan waktu yang terlalu jauh  dari anak yang lebih lambat atau yang mengerjakan materi pengulangan. .——–> oleh murid

  • Metode:

anak memilih sendiri cara (metode)  penyelesaian, yang bagi mereka sendiri dan pada saat itu paling cocok . Guru bertugas memotivasi dan menawarkan untuk menggunakan sarana bantu. ——–> oleh murid

C. PELAKSANAAN SISTEM PLUSPUNT DI KELAS

DIFERENSIASI (Pembedaan Menurut Kemampuan Murid)

   Diferensiasi Isi

Guru melakukan pengamatan selama pelajaran 1 sampai 9, melihat hasil tes pada pelajaran 10 dan diperkuat dengan evaluasi obsevasi pada awal pelajaran 11. Berdasarkan pengamatan, guru menentukan anak yang perlu mengulang materi dan anak yang mendapat materi pengkayaan. Pembedaan materi kemudian dilakukan pada pelajaran 11 dan 12. Memasuki pelajaran 13 seluruh kelas kembali mendapat materi yang sama. 

   Diferensiasi Tempo

Guru mengatur diferensiasi tempo terutama pada pelajaran-pelajaran tanpa guru, di mana anak bekerja mandiri. Pada tiap gugus ada beberapa pelajaran berurutan tanpa guru (pelajaran 2 dan 3, pelajaran 7 dan 8, pelajaran 12 dan 13). Anak-anak yang sudah selesai dengan tugas-tugasnya bisa melanjutkan bekerja dengan tugas-tugas pada pelajaran berikutnya. Bisa terjadi, dalam satu jam pelajaran ada anak yang sudah sampai pelajaran 3 sedang yang lain masih mengerjakan pelajaran 2.

Guru mengatur pembedaan tempo dengan memberikan tugas-tugas tambahan kepada anak-anak yang mengerjakan tugas lebih cepat dibanding teman-teman yang lain. Tugas-tugas tambahan yang diberikan, masih dalam tema yang sama dengan materi pembelajaran yang dibahas pada saat tersebut. Bahan tugas tambahan diambil dari lembar kopi, soal-soal yang dibuat sendiri oleh guru, dan permainan yang sesuai dengan tema pembelajaran. Permainan yang dipakai  misalnya permainan kartu domino penjumlahan dan pengurangan dan permainan tebak bilangan. Keduanya bisa dimainkan berpasangan atau berkelompok. Anak-anak mengerjakan tugas tambahan secara mandiri. Pada saat tersebut guru mencurahkan perhatian pada anak-anak yang belum menyelesaikan tugasnya.

Diferensiasi Metode

Untuk masing-masing kelas, guru melakukan pembedaan (diferensiasi) metode. Beberapa contoh bisa dikemukakan di sini.

Kelas II:

Pada tema daerah ratusan, anak dibebaskan mengisi bahasa anak panah dengan jalan yang mereka pilih. Ada anak yang terlebih dahulu melengkapi mengisi angka-angka pada  daerah ratusan, baru kemudian mengerjakan soal bahasa anak panah. Ada yang membayangkan angka-angka pada daerah ratusan di kepalanya, dan langsung mengerjakan soal bahasa anak panahnya. Contoh lain pembedaan metode terlihat pada saat anak sampai pada materi bangun ruang. Anak mengerjakan tugas melengkapi denah bangunan dengan banyaknya balok pada tiap petak. Ada anak yang langsung bekerja pada tingkat abstrak dari gambar pada lembar kerja. Ada anak yang bekerja dengan bantuan balok-balok kecil, meniru membuat bangunan seperti gambar pada lembar kerja. Pada contoh ini anak dibebaskan bekerja menurut tingkat kemampuannya.

BEKERJA MANDIRI

Sejak awal catur wulan I guru sudah mulai melatih dan membiasakan anak untuk bekerja semandiri mungkin. Pada pelajaran-pelajaran di mana anak bekerja mandiri, guru membatasi diri seminimal mungkin memberikan penjelasan cara mengerjakan. Anak dibiasakan untuk tidak langsung menerima penjelasan dari guru. Mereka dilatih untuk sebisa mungkin membentuk pemahaman mereka terhadap suatu latihan, memikirkan sendiri cara mengerjakan dan mencoba mengerjakannya. Bila masing-masing mengalami kesulitan, guru mendorong mereka untuk membahasnya antar teman. Anak yang sudah mengerti diminta untuk mengungkapkan pemahaman dan cara yang mereka temukan pada temannya yang belum bisa. Baru bila seluruh kelas mengalami kesulitan, guru memberikan penjelasan.

Selain melatih anak mandiri, guru juga membiasakan anak untuk teliti dalam bekerja. Bila masih ditemui kekeliruan pada pekerjaan anak, guru akan mengembalikan lembar kerja pada anak. Anak harus mencari pada pekerjaannya, mana yang masih keliru dan mencoba memperbaikinya. Kadang kala guru juga menugaskan anak untuk saling memeriksa hasil pekerjaan. Bila ada hasil yang berbeda, dibahas di mana kesalahannya.

Aspek lain yang coba dibangun guru dalam bekerja mandiri adalah suasana kerja sama dan saling menolong antar teman. Anak-anak yang sudah lebih dahulu memahami atau bisa mengerjakan, diminta untuk membantu temannya yang masih kesulitan. Setelah selesai dengan tugasnya, mereka tidak mendapat tugas tambahan tetapi diberi tugas menjelaskan pada temannya yang masih kesulitan. Bukan isi atau hasil tugas yang mereka beritahukan, tapi menjelaskan pengertian dan cara mengerjakan tugas. Mereka juga diminta untuk mengoreksi jika menemui temannya membuat kesalahan dalam mengerjakan.

Dalam hal bekerja mandiri, tantangan yang dihadapi guru adalah membangun suasana di mana anak bersemangat untuk mencari dan mencoba penyelesaian tugas-tugas yang mereka hadapi. Guru mencoba seminimal mungkin memberikan instruksi, dan lebih banyak berperan mendorong dan memberi semangat anak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Guru juga mulai membiasakan anak bekerja dalam suasana kerjasama dan saling menolong antar teman. Anak yang sudah memahami atau menemukan cara penyelesaian membantu temannya yang belum bisa.

TES DAN EVALUASI

Tes dan evaluasi dilakukan oleh guru untuk mengetahui sejauh mana anak menguasai materi yang mereka pelajari. Pada setiap gugus, selama pelajaran 1 sampai pelajaran 9 guru mengamati tidak hanya hasil pekerjaan anak, tapi juga cara mereka bekerja. Pada pelajaran-pelajaran dengan guru, pengamatan dilakukan pada saat membahas materi bersama. Kadang-kadang guru juga menunjuk beberapa anak untuk mengerjakan soal di papan tulis dan kemudian membahasnya bersama seluruh kelas. Pada saat anak bekerja mandiri, pengamatan terutama lebih ditujukan pada anak-anak yang sering menemui kesulitan dalam mengerjakan latihan-latihan. Guru mencermati kesulitan yang mereka temui, kemudian membantu dengan menawarkan alat-alat bantu berhitung, menyederhanakan model atau skema, atau menawarkan cara penyelesaian yang lain (guru menerapkan diferensiasi metode). Anak-anak yang sudah selesai mengerjakan tugas menyerahkan pekerjaannya. Guru meneliti hasil kerja mereka. Bila dijumpai masih terjadi kesalahan dalam mengerjakan, guru meminta anak mengulangi atau membetulkan pekerjaan mereka.

Pada pelajaran 10 guru melakukan tes terhadap hasil pembelajaran. Anak bekerja individual tanpa bantuan guru atau teman. Guru memeriksa hasil kerja anak berdasarkan tolok ukur yang ditentukan oleh guru sendiri. Untuk keperluan pencatatan, guru mengisi form yang telah disediakan (lampiran 1: Form Evaluasi Pluspunt)

Hasil pengamatan selama pelajaran 1 sampai 9 dan hasil tes masih dilengkapi dengan evaluasi proses pada awal pelajaran 11. Berdasarkan keseluruhan pengamatan sampai awal pelajaran 11, guru kemudian menentukan apakah anak perlu mengulang materi sebelumnya ataukah ia mendapat materi pengayaan.

Guru mencoba mengajak anak untuk mengevaluasi antar teman pada saat anak-anak bekerja mandiri. Jadi selain guru, anak juga diajak terlibat dalam proses evaluasi bersama.

PERLUASAN PERHATIAN

Perluasan perhatian dilakukan untuk lebih mengenal karakter masing-masing anak, hal yang diminati, atau pun kesulitan yang dihadapi. Jika ditemui  anak yang tertinggal guru kemudian mendorong dan memotivasi semangat anak untuk belajar. Ini dilakukan dengan melontarkan pujian bila anak berhasil mengerjakan tugas, tidak memarahi bila dia belum bisa, tapi terus mendorong tidak putus asa untuk berusaha. Anak-anak lain diarahkan untuk tidak mengejek, tapi justru membantunya.

MATERI PEMBELAJARAN            

Dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada anak, guru berpedoman pada prinsip metode berhitung realistik. Materi pembelajaran pada setiap gugus tersusun berdasarkan tema tertentu yang diambil dari situasi keseharian anak. Di sini kemampuan guru menghadirkan tema-tema yang terkait dengan situasi keseharian anak menjadi poin penting.  Seringkali anak sungguh diajak melakukan situasi yang dibahas. Misalnya pada tema bus, guru mengajak anak bermain. Ada anak yang memerankan supir, ada yang menjadi penumpang.  Di tengah jalan, ada penumpang yang naik, ada juga yang turun.  Contoh lain pada tema pasar. Guru mengajak anak bermain jual beli. Ada yang menjadi penjual, ada yang menjadi pembeli. Anak mempraktekkan jual beli sederhana. Anak senang dengan cara demikian. Pertama mereka senang karena ada unsur bermain aktif di dalamnya. Selain itu mereka juga menjadi lebih mudah memahami pengertian penjumlahan pengurangan. Belajar matematika tidak lagi menjadi hal yang sulit dan membosankan bagi anak.

417 Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *